PERCOBAAN
II
KEADAAN
PADAT SISTEM KRISTAL DAN MASSA JENIS
I.
TUJUAN
Adapun
tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Memperlihatkan
bagaimana besaran-besaran struktur kristal dapat dihubungkan dengan
besaran-besaran yang dapat diukur seperti massa jenis dan volume molar.
2. Memperkenalkan
kepada praktikan berbagai macam system kristal.
II.
DASAR
TEORI
Kristal adalah benda padat yang berbentuk polydes /
polyhidral atau bidang banyak yang berbentuk tertentu dan selalu dibatasi oleh
bidang datar. Keteraturan bentuk kristal ini disebabkan oleh mineral – mineral
tersebut tersusun dari atom – atom maupun molekul – molekul yang teratur satu
sama lain. Bidang datar yang membatasi bagian luar kristal tersebut disebut
bidang muka kristal atau disingkat dengan bidang Kristal (Austin, 1986).
Untuk
memudahkan mempelajari letak dan arah bidang kristal , maka diperlukan sumbu
kristal. Sumbu kristal adalah garis – garis lurus yang melalui pusat kristal.
Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang. Satuan panjang ini dapat sama
dan tidak sama. Dalam kristalografi satuan panjang disebut dengan para meter.
Berdasarkan jumlah parameter dan kedudukan sumbu
yang satu dengan yang lainnya, kristal dapat dibagi menjadi beberapa golongan
yang disebut dengan sisten Kristal (Justiana, 2009).
Kristal digambarkan oleh sel satuan yang ditentukan besar
sumbu kristal a, b, c serta sudut kristal α, β dan γ. Hingga saat
ini baru terdapat 7 macam sistem kristal. Dasar penggolongan sistem kristal
tersebut ada tiga hal, yaitu: jumlah sumbu kristal, letak sumbu kristal yang
satu dengan yang lain parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu Kristal
(Warmada, 2004).
System
Kristal terbagi atas 7 sistem, yaitu sebagai berikut
1.
Sistem Isometrik
Sistem ini
juga disebut sistem reguler, bahkan sering dikenal sebagai sistem
kubus/kubik. Sistem kristal isometric adalah sistem kristal dimana setiap
unit sel-nya berbentuk kubus. Sistem kristal ini merupakan sistem kristal yang
paling sederhana yang dapat ditemukan dalam kristal dan mineral. Sistem kristal
ini mempunyai 5 buah kelas dan ada tiga buah bravais lattice dari jenis kristal
ini yaitu simple cubic, body centered cubic, face centered cubic (Warmada,
2004 ).
Semua
kristal yang mempunyai tiga buah sumbu yang identik dan saling tegak lurus
termasuk ke dalam golongan sistem kristal cubic. Sumbu pertama terletak
vertikal, sumbu kedua memanjang dari depan ke belakang dan sumbu ketiga
bergerak dari kiri ke kanan. Ketiga sumbu tersebut dapat saling bertukar dan
masing – masing sumbu dinamai dengan huruf a. Kelas -kelas dalam sistem kristal
ini yaitu hexoctahedral calss, pentagonal icostetrahedral class, hextetrahedral
class, dyakisdodecahedral class dan tetrahedral pentagonal dodecahedral
class. Jumlah sumbu kristalnya 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu sama panjangnya (
Justiana, 2009 )
2.
Sistem Tetragonal
Sama
dengan sistem isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Dalam kristalografi, tetragonal merupakan
satu dari tujuh sistem kristal dan mempunyai tujuh buah kelas. Tetragonal merupakan
hasil dari pemanjangan bentuk dasar cubic sehingga bentuk dasar cubic tersebut
menjadi prism. Tetragonal mempunyai dua buah bentuk bravais lattice yaitu
simple tetragonal dan centered tetragonal (Warmada, 2004 ).
Sistem
kristal tetragonal meliputi semua kristal yang mempunyai 3 buah sumbu yang
tegak lurus, dua di antaranya sama panjang dan terletak di bidang horizontal
yang dinamakan dengan sumbu lateral dan diberi tanda dengan huruf a. Sumbu yang
ketiga tegak lurus dengan bidang yang terbentuk dari sumbu lateral dan disebut
dengan sumbu c yang panjangnya bisa lebih panjang atau lebih pendek daripada
sumbu lateral. Sedangkan sumbu yang membagi dua sama rata sumbu yang terbentuk
dari perpotongan sumbu a adalh sumbu intermediate yang ditukis dengan huruf b.
Sistem kristal ini terbagi menjadi tujuh kelas yaitu: ditetragonal bipyramidal
class,tetragonal trapezohedral class, ditetragonal pyramidal class, tetragonal scalenohedral class, tetragonal bipyramidal
class, tetragonal pyramidal class, tetragonal bisphenoidal classSumbu a dan
b mempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang) (Justiana,
2009).
3.
Sistem Orthorombis
Dalam
kristalografi, orthorombic merupakan satu dari tujuh sistem kristal dan
mempunyai tiga buah kelas dan mempunyai empat buah bentuk bravais lattices
yaitu simple orthorhombic, base centered orthorhombic, body centered
orthorhombic dan face centered orthorhombic (Warmada, 2004).
Sistem ini
meliputi kristal yang mempunyai tiga buah sumbu yang tidak sama panjangnya dan
saling tegak lurus. Satu sumbu vertikal yang disebut dengan sumbu c. satu
sumbu yang lainnya memanjang ke belakang dari arah depan yang disebut sumbu a
atau sumbu brachy. Sumbu yang ketiga dari kiri ke kanan disebut sumbu b atau
sumbu macro. Tidak ada yang namanya sumbu pokok dalam sistem kristal ini. Semua
sumbu dapat menjadi sumbu vertikal atau sumbu c. sistem kelas ini terbagi menjadi
3 buah yaitu: orthorhombic bipyramidal class, orthorhombic bisphenoidal class, orthorombic pyramidal class (Justiana, 2009).
4.
Sistem Hexagonal
Dalam
kristalografi, hexagonal merupakan satu dari tujuh sistem kristal dan mempunyai
tujuh buah kelas. Semua kelasnya mempunyai simetri yang sama dengan bentuk
dasar dari hexagonal. Untuk bravais lattice hanya terdapt satu untuk sistem
kristal hexagonal. Sistem kristal ini mencakup semua kristal yang mempunyai
empat buah sumbu. Tiga di antaranya sama panjang dan terletak di bidang
horizontal serta perpotongan antara masing – masing sumbu membentuk sudut 60.Mereka
dinamai sumbu lateral dan diberi tanda huruf a dan dapat saling ditukar –
tukar. Sumbu keempat tegak lurus terhadap bidang yang terbentuk dari sumbu
lateral dan disebut dengan sumbu c, panjang nya bisa lebih panjang atau lebih
pendek dari sumbu lateral. Sistem kristal ini mempunyai tujuh buah kelas yaitu:
dihexagonal bipyramidal class, hexagonal trapezohedral class, dihexagonal pyramidal class, ditrigonal bipyramidal class, hexagonal bipyramidal class, hexagonal pyramidal class,
trigonal bipyramidal class. Sumbu a, b, dan d mempunyai panjang
yang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek
(umumnya lebih panjang) (Justiana, 2009).
5.
Sistem Trigonal
Beberapa ahli memasukkan sistem ini ke dalam sistem heksagonal
demikian pula cara penggambarannya juga sama. Dalam kritalografi, trigonal merupakan salah satu dari tujuh
sistem kristal dan mempunyai lima buah kelas dan hanya satu buah bentuk bravais
lattices. Sistem kristal ini dideskripsikan dengan tiga buah vektor dasar dan
mempunyai vektor yang sama panjangnya. Trigonal dapat juga disebut sebagai
sistem kristal isometric yang mengalami perpanjangan menyeluruh secara diagonal
sehingga : a = b = c; Pada awalnya sistem kristal
trigonal menjadi satu dengan sistem kristal hexagonal sehingga cirri-cirinya
sama. Namun ada beberapa ahli kristalografi yang kemudian membedakannya dengan
sistem kristal hexagonal karena pada sistem ini, sumbu c bernilai 3. Sistem
kristal ini mempunyai 5 kelas yaitu: ditrigonal scalenohedral class,
trigonal trapezohedral class, ditrigonal pyramidal class, trigonal rhombohedral
class,trigonal pyramidal class. Perbedaannya bila pada trigonal
setelah terbentuk bidang dasar, yang berbentuk segienam kemudian dibuat
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya
(Justiana,
2009).
6.
Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang
miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Dalam kristalografi, sistem monoclinic merupakan sistem
kristal yng mempunyai tiga buah kelas dan dua buah bravais lattices yaitu
simple monoclinic dan centered monoclinic lattices. Dalam sistem kristal
monoclinic, kristal digambarkan mempunyai vector-vektor yang tidak sama panjang
dan mempunyai sudut lebih dari 90°. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu
b; b tegak lurus terhadap c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a.
Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b yang paling pendek. Sistem kristal ini adalah kristal yang mempunyai tiga buah
sumbu tidak sama panjang, dua di antaranya (a dan c) saling memotong dan
membentuk sudut tidak sama besar dan sumbu ketiga (b) tegak lurus terhadap
keduanya. Sumbu c adalah sumbu vertikal, sumbu a adalah sumbu yang memanjang ke
belakang dari depan dan mempunyai nama sumbu clino, sumbu b adalah sumbu yang
dari kiri ke kanan dan mempunyai nama sumbu ortho. Sistem kristal ini terbagi
menjadi tiga kelas yaitu: prismatic class, sphenoidal class,
domatic class (Justiana, 2009).
7.
Sistem Triklin
Dalam
kristalografi, triclinic mempunyai dua buah kelas saja yang dibedakan menurut
ada atau tidaknya sumbu simetri selain itu triclinic merupakan satu–satunya
yang tidak mempunyai bidang cermin. Penggambarannya hambir sama dengan
orthorhombic, namun tiga vektor yang digambarkan tidak tegak lurus satu sama
lain (Warmada,
2004).
Sistem
kristal ini merujuk pada kristal yang mmpunyai tiga buah sumbu tidak sama
panjang dan berptongan membentuk sudut yang tidak sama besar. Penamaan sumbunya
mengikuti penamaan pada sistem kristal orthorhombic yaitu a adalah sumbu
brachy, b adalah sumbu macro dan c adalah sumbu vertikal. Biasanya sumbu brachy
merupakan sumbu yang terpendek di antara ketiganya. Sistem kristal ini terbagi
menjadi dua kelas yaitu : pinacoidal class, pedial class. Sistem ini mempunyai tiga sumbu yang satu
dengan lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing
sumbu tidak sama (Justiana, 2009).
III.
ALAT DAN BAHAN
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Alat
1. Gelas kimia 50 mL
2. Gelas ukur 10 mL
3. Neraca digital
4. Pipet tetes
B. Bahan
1. Logam aluminium
2. Logam besi (paku)
3. CaCO3 (batu kapur)
4. Logam Zink
5. Aquadest
IV.
PROSEDUR KERJA
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan dalam percobaan ini
A. Untuk Logam Aluminium
1. Menimbang logam aluminium
menggunakan neraca digital dan mencatat massanya.
2. Memasukkan air sebanyak 6 mL ke
dalam gelas ukur.
3. Memasukkan logam aluminium yang
telah ditimbang ke dalam gelas ukur yang telah terisi air.
4. Menghitung volume logam aluminium
dengan cara menghitung pertambahan volume yang terjadi pada air dalam gelas
ukur.
B. Untuk Logam Zink
1. Menimbang logam zink menggunakan
neraca digital dan mencatat massanya.
2. Memasukkan air sebanyak 6 mL ke
dalam gelas ukur.
3. Memasukkan logam zink yang telah
ditimbang ke dalam gelas ukur yang telah terisi air.
4. Menghitung volume logam zink dengan
cara menghitung pertambahan volume yang terjadi pada air dalam gelas ukur.
C. Untuk CaCO3 (Batu Kapur)
1. Menimbang batu kapur menggunakan
neraca digital dan mencatat massanya.
2. Memasukkan air sebanyak 6 mL ke
dalam gelas ukur.
3. Memasukkan batu kapur yang telah
ditimbang ke dalam gelas ukur yang telah terisi air.
4. Menghitung volume batu kapur dengan
cara menghitung pertambahan volume yang terjadi pada air dalam gelas ukur.
D. Untuk Logam besi (Paku)
1. Menimbang logam besi menggunakan
neraca digital dan mencatat massanya.
2. Memasukkan air sebanyak 8 mL ke
dalam gelas ukur.
3. Memasukkan logam besi yang telah
ditimbang ke dalam gelas ukur yang telah terisi air.
4. Menghitung volume logam besi dengan
cara menghitung pertambahan volume yang terjadi pada air dalam gelas ukur.
V.
HASIL PENGAMATAN
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh
dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Tabel
I
No
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1.
|
Menimbang
logam alumunium
|
3.55 g
|
Mengukur
air dalam gelas ukur + logam Aluminium
|
7,6 mL
|
|
Mengukur
volume logam Aluminium
|
1,6 mL
|
|
2.
|
Menimbang
logam zink
|
9,70 g
|
Mengukur
air dalam gelas ukur + logam zink
|
7,4 mL
|
|
Mengukur
volume logam zink
|
1,4 mL
|
|
3.
|
Menimbang
batu kapur (CaCO3)
|
2,23 g
|
Mengukur
air dalam gelas ukur + batu kapur
|
7,1 mL
|
|
Mengukur
volume batu kapur
|
1,1 mL
|
|
4.
|
Menimbang
logam besi (paku)
|
5,39 g
|
Mengukur
air dalam gelas ukur + logam besi (paku)
|
8,4 mL
|
|
Mengukur
volume logam besi (paku)
|
0,4 mL
|
B.
Tabel II
No
|
Senyawa
|
Berat molekul gr/mol
|
Sistem Kristal
|
Panjang sisi unit sel
|
Sudut unit sel
(°)
|
∑ molekul dalam unit sel
|
1.
|
Alumunium
|
26,9
|
Kubik
|
a=b=c=4,04
|
![]() |
4
|
2.
|
Besi
|
55,8
|
Kubik
|
a=b=c=2,86
|
![]() |
2
|
3.
|
Zink
|
65,3
|
Kubik
|
a=b=2,669
c=4,947
|
![]() |
2
|
4.
|
Timah putih
|
118,6
|
Tetragonal
|
a=b=5.82
c=3,17
|
![]() |
4
|
5
|
CaCO3
(aragonit)
|
100
|
Ortorombik
|
a=4,94 b=7,94 c=5,72
|
![]() |
4
|
6.
|
KClO3
|
112,6
|
Monoklin
|
a= 4,65 b=5,59 c=7,09
|
α= β= 109038
γ= 141024
|
2
|
7.
|
CaCO3
(klasit)
|
100
|
Rombohedral
|
a=b=c=6,36
|
α= β= 4606
γ= 26608
|
2
|
8.
|
K2Cr2O7
|
294
|
Triklin
|
a=7,50 b=7,18 c=13,4
|
α= 820
β= 96013
γ= 18108
|
4
|
C.
Tabel III
No
|
Senyawa
|
Volume unit sel v
![]() |
Massa jenis ( gram/cm3)
|
|
Hasil perhitungan teoritis
|
Hasil dari Percobaan
|
|||
1.
|
Alumunium
|
64.95
|
0.025
|
2.22
|
2.
|
Besi
|
23.39
|
0.071
|
13,48
|
3.
|
Zink
|
35.13
|
0.047
|
6,93
|
4.
|
Timah putih
|
107.376
|
0.015
|
7,29
|
5.
|
CaCO3
( aragonit )
|
224.36
|
7,4 × 10-3
|
2,03
|
6.
|
KClO3
|
2,64 × 10-11
|
6,34 × 1010
|
2.32
|
7.
|
CaCO3
( klasit )
|
6,35 × 10-11
|
2,61 × 1010
|
2,03
|
8.
|
K2Cr2O7
|
8,66 × 10-25
|
1,92 × 1024
|
2.73
|